Gemuruh ini
Adalah tanda
Simbol dengan penuh makna
Aku seperti awan
Melayang dengan tiupan
Tapi tak mampu bersandar di bahumu
Sayang,
Aku tak memahamimu
Karena tidak sekadar kalimat
Satu fonem pun aku tak mampu memahamimu
Selasa, 20 Desember 2011
Kamis, 08 Desember 2011
Rabu, 16 November 2011
Kupendam
Ada hal yang telah membawaku kemari menemuimu
Ada hal yang ingin kutanyakan kepadamu
Hal yang telah selama ini aku pendam berbulan-bulan
Hal yang telah lama aku simpan di dalam hatiku yang terdalam
Maka, detik ini
Hal itu ingin aku sampaikan padamu
Melalui mulutku yang tak bergerak ini
Dan tetap tak mau bergerak ini
Maka,
Aku terpaksa memendam rasa ini
Rasa cintaku kepadamu
Cinta yang tulus dan suci;
Lebih suci daripada ketika aku lahir
Cinta yang besar;
Lebih besar dari gunung yang ada di seberang sana
Namun,
Aku tak mampu mengungkapkannya
Dan tetap tak mampu
Dan aku kembali diam
Dan cinta yang kupendam ini
Biar kupendam
Hingga tak tahu kapan berakhirnya
Di Pundakku
Aku ingin menyanyikan lagu cinta untukmu, Sayang
Yang indah
Yang manis
Yang mesra
Yang merdu
Yang romantis
Hingga Kau tertidur lelap di pundakku
Pisau
Kadang
Api menjadi air
Dan air menjadi batu
Dan batu menjadi udara
Hilang
Lenyap
Tapi merasuki di setiap aliran darah yang mengaliri tubuhku
Seperti ‘Cinta’
Kadang disayang
Kadang dimanja
Kadang dinanti
Kadang menghanyutkan
Kadang membutakan
Kadang ditangisi
Kadang dibenci
Kadang dikhianati
Kadang dimusuhi
Kadang ‘Cinta’ itu sungguh bisa membunuhku
Seperti pisau tajam yang menancap tepat;
Di tengah-tengah jantungku
Tetapi, rasa ini tetap saja nikmat
Karena Kaulah yang menancapkannya, Sayang
Sisa-Sisa
Sinar mentari menjadi gelap
Tidak terang seperti hari-hari kemarin
Ketika Kau ada di sampingku, Sayang
Bulan hanya berkedip
Tanpa senyum
Tanpa sapa
Dan aku, hanya menunggumu, Sayang
Menunggumu seperti yang lalu-lalu lagi
Inilah Sayang
Inilah pelangi yang ingin kutunjukkan kepadamu, Sayang
Tapi hanya sisa-sisa saja
Karena, yang lainnya telah terenggut planet lain
Kamis, 27 Oktober 2011
Dua Buah Pikiran
Jika satu buah,
Maka tak ada yang tau kebenarannya
Jika tiga buah,
Sukar mencari kesempurnaannya
Jika dua,
Hasilnya akan selalu tepat
Sekekal?
Dalam sebuah tawa
Kita menemukan duka
Dalam sebuah tangis
Kita merasakan kesedihan
Seperti piranti lunak
Tak ada yang menjamin sekekal apa pun
Minggu, 16 Oktober 2011
Istilah
Menjadi prolog dalam syair
Menjadi abu yang mengandung infleksional
Menjadi bara tanpa afiksasi
Ini hanya tuturan
Sekedar tuturan yang abstrak
Yang tersusun menjadi parole
Dengan menggunakan logika langue
Aku berganti frasa
Dengan tanpa atribut
Dan susunan berkarakter
Biarlah aku menjelma layaknya epilog
Yang biasa-biasa saja mengisi kalimat minor
Dengan tanpa hal-hal yang hiperbola
Pulang
Pergi tidak kembali
Pulang tidak datang
Hilang yang kelam
Hidup yang alami
Cinta yang buta
Sirna yang malang
Racun berarti mati
Hidup berarti perjuangan
Cinta berarti disakiti
Nyawa berarti doa
Semua yang hidup akan kembali
Yang kembali akan pulang
Yang pulang pastilah dinanti
Senin, 03 Oktober 2011
Sebuah Awal
Sejenak cinta
Sesaat hilang
Lalu pergi lagi
Tiba-tiba
Tak ada kabar yang konkret
Tak ada pula imajinasi abstrak
Dan cinta
Berubah menjadi abu
Hilang tergerus air
Dan lelah melepaskan bebannya
Sesaat hilang
Lalu pergi lagi
Tiba-tiba
Tak ada kabar yang konkret
Tak ada pula imajinasi abstrak
Dan cinta
Berubah menjadi abu
Hilang tergerus air
Dan lelah melepaskan bebannya
Kamis, 29 September 2011
Kelam
Gusar
Aku tak berdaya
Aku terluka
Tercabik
Mati
Dalam lubang
Imajinasi
Gundah
Seperti perawan yang tak kunjung menikah
Atau teori yang tak pasti
Definisinya:
Kelam
Aturan
Aturan
Peraturan
Diatur
Beraturan
Mengatur
Ikut
Mengikuti
Menjalani
Melaksanakan
Meng-iya-kan
Membenarkan
Aplikasi
Implementasi
Abstrak
Semu
Wacana
Pola
Pikiran
Dan tidak ada satu pun:
Henti
Hentikan
Berhenti
Menghentikan
Semua ini
Minggu, 18 September 2011
Syair
Sebuah syair keindahan
Menidurkanku pada pohon yang biru
Yang menyaur tapi tak melambai
Aku hendak menyusurinya
Mengintari lautan
Atau sekedar danau kecil
Yang pasti
Sesuatunya adalah pasti
Ini sebuah syair yang biasa
Tapi menjadi waktu yang tak biasa
Karena tidak ada,
Tidak ada kamu
Melamunkanmu
Duduk lagi
Bersandar pada sebuah
Dan sesuatu lagi
Aku tak lagi lantang
Menerjang
Memangsa
Aku ingin melamun saja,
Melamunkanmu;
Sayang
Kamis, 25 Agustus 2011
Nol Besar
Bicara tentang kodrat. Bicara tentang sesuatu yang tidak penting. Tidak penting untuk dipikirkan, apalagi didiskusikan. Ini hanya akan menguras isi otak kita. Tapi, seandainya menguras isi otak kita, apakah otak kita mampu meski sekedar mendefinisikan tentang 'kodrat' itu sendiri. Karena sesungguhnya, sesuatu yang ringan, akan menjadi tidak ringan. Dan sesuatu yang berat akan menjadi lebih hebat. Jika, cara berpikir kita adalah standar tanpa 'ngedan' yang kuat. Kodrat sejatinya adalah sesuatu yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan, yang mana hal tersebut telah terlaksana. Maka, tidak ada yang signifikan mengenai definisi 'kodrat' itu sendiri.
Ah, ini puisi tanpa makna. Tanpa kata-kata yang puitis. Ini bisa saja, bukan puisi, bisa juga bukan 'kata-kata indah'. Ini hanya bualan. Nol besar.
Ah, ini puisi tanpa makna. Tanpa kata-kata yang puitis. Ini bisa saja, bukan puisi, bisa juga bukan 'kata-kata indah'. Ini hanya bualan. Nol besar.
Tanpa Langkahku
Hanya ada bunga,
Tanpa serangga
Hanya sinar,
Bukan senyuman
Bukan pelukan
Bukan mentari
Bukan pula kamu
Ini ilusi,
Sekedarnya saja,
Menjauhkan dari halusinasi
Menata fiksi,
Atau segala sesuatu yang berakhiran i,
Tanpa mencuri imajinasi
Aku merindukan sesuatu yang kucari-cari
Menginginkan hal-hal yang tak kuingini
Adakah semua yang kukenal tanpa mengenal?
Karena yang datang belum tentu akan pergi
Dan yang pergi;
Biarlah pergi
Dengan langkahnya
Tanpa langkahku
Sabtu, 16 Juli 2011
Gelap
Sepi yang menyepi
Menutupi semua sudut ruangku
Hanya hitam dan kelam
Tanpa lilin
Aku hanya bisa diam
Dan Kau pun diam
Tak ada satu kata
Atau pun kalimat yang terlontar dari mulut kita
Tapi,
Gelap itu masih ada
Mengelilingi
Menggulita
Dan sinar ini
Adalah jawaban yang kosong
Karena gelap ini tanpa makna
Menutupi semua sudut ruangku
Hanya hitam dan kelam
Tanpa lilin
Aku hanya bisa diam
Dan Kau pun diam
Tak ada satu kata
Atau pun kalimat yang terlontar dari mulut kita
Tapi,
Gelap itu masih ada
Mengelilingi
Menggulita
Dan sinar ini
Adalah jawaban yang kosong
Karena gelap ini tanpa makna
Bintang
Sebuah bintang
Kerlip
Berkedip
Melirikku dengan sinisnya
Dalam hati kecilku
Aku ingin menjadi bintang
Bukan benda yang hanya diliriknya
Aku ingin menerangi alam
Menyinari
Melukis
Menghiasi langit yang redup oleh awan
Senin, 13 Juni 2011
Batinku
Lelah menjadikanku diam
Diam menjadikanku lebih diam
Tidak ada yang mengerti kenapa harus ada 'istilah'
Kenapa tidak cukup dengan 'kata'
Meski tidak 'bermakna'
Aku ingin menjadi seribu burung
Terbang mengintari langit yang kelam
Menari-nari
Bernyanyi riang
Atau bisa saja aku berteriak keras
Sekeras mungkin
Sekeras-kerasnya
Hingga
Langit berubah menjadi cerah
Awan berganti dengan pelangi
Atau mungkin saja bidadari ikut menari bersamaku
Tapi itu hanya rekaan
Prolog tak beretika
Khayalan tingkat rendah
Tak ada sinonimnya
Apalagi antonim
Ini hanya berupa kalimat-kalimat semu
Kalimat tanpa makna jelas
Hanya sebatas menarikan setiap jari-jemari
Di atas sebuah keyboard
Untuk sebuah kepuasan
Yaitu
Batinku
Cukup itu saja
Karena hanya itu saja
Yang sementara mampu menyejukkan batinku
Diam menjadikanku lebih diam
Tidak ada yang mengerti kenapa harus ada 'istilah'
Kenapa tidak cukup dengan 'kata'
Meski tidak 'bermakna'
Aku ingin menjadi seribu burung
Terbang mengintari langit yang kelam
Menari-nari
Bernyanyi riang
Atau bisa saja aku berteriak keras
Sekeras mungkin
Sekeras-kerasnya
Hingga
Langit berubah menjadi cerah
Awan berganti dengan pelangi
Atau mungkin saja bidadari ikut menari bersamaku
Tapi itu hanya rekaan
Prolog tak beretika
Khayalan tingkat rendah
Tak ada sinonimnya
Apalagi antonim
Ini hanya berupa kalimat-kalimat semu
Kalimat tanpa makna jelas
Hanya sebatas menarikan setiap jari-jemari
Di atas sebuah keyboard
Untuk sebuah kepuasan
Yaitu
Batinku
Cukup itu saja
Karena hanya itu saja
Yang sementara mampu menyejukkan batinku
Takut
Air luluh
Menumpah
Menenggelamkan aku dalam gelas
Yang kecil
Air beriak
Berteriak
Keras
Layaknya raksasa
Butho
Atau sejenis Hulk
Aku takut
Semakin ketakutan
Aku
Dan mungkin hanya aku
Takut
Menumpah
Menenggelamkan aku dalam gelas
Yang kecil
Air beriak
Berteriak
Keras
Layaknya raksasa
Butho
Atau sejenis Hulk
Aku takut
Semakin ketakutan
Aku
Dan mungkin hanya aku
Takut
Selasa, 31 Mei 2011
Cerita Ketika Gerimis
Aku ingin bercerita
Mengenai ibuku
Lembut
Ramah
Sayang
Perhatian
Dan aku merindukan ibuku
Aku rindu tangannya
Aku ingin mencium tangannya
Tangan yang telah membesarkanku
Tangan yang dipakainya untuk mendoakanku
Tangan yang mengajariku banhyak hal
Mengenai hidup
Dan kehidupan
Ibu,
Aku tahu Kaulah yang terbaik
Ibu,
Semoga Engkau bahagia
Selalu bahagia
Dan selamanya bahagia
Mengenai ibuku
Lembut
Ramah
Sayang
Perhatian
Dan aku merindukan ibuku
Aku rindu tangannya
Aku ingin mencium tangannya
Tangan yang telah membesarkanku
Tangan yang dipakainya untuk mendoakanku
Tangan yang mengajariku banhyak hal
Mengenai hidup
Dan kehidupan
Ibu,
Aku tahu Kaulah yang terbaik
Ibu,
Semoga Engkau bahagia
Selalu bahagia
Dan selamanya bahagia
Minggu, 22 Mei 2011
A O I E U
A
O
I
E
U
Aku sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, semua sudah lengkap, tak ada lagi yang harus aku tuliskan, semua telah ada, sudah cukup, dan aku merasa benar-benar muak.
A
O
I
E
U
Masih membayangiku. Seperti kuntilanak. Seperti teroris, yang setia menerorku. Aku ingin lari dari kata-kata itu. Jauhkan, jauhkan. Aku sudah tidak sanggup lagi berkarya. Ini yang terakhir. Aku sungguh tak sanggup lagi.
A
O
I
E
U
Kata-kata ini masih saja membayangiku. Oh Tuhan, jauhkan aku darinya. Aku benar-benar tersiksa. Atau Kau berikan siksaan ini kepadaku. Tuhan, aku mohon, hilangkan kata-kata ini. Dia selalu mengejarku.
A
O
I
E
U
Aku mati saja. Aku sudah tidak sanggup lagi.
A
O
I
E
U
Titik.
O
I
E
U
Aku sudah tidak sanggup berkata-kata lagi, semua sudah lengkap, tak ada lagi yang harus aku tuliskan, semua telah ada, sudah cukup, dan aku merasa benar-benar muak.
A
O
I
E
U
Masih membayangiku. Seperti kuntilanak. Seperti teroris, yang setia menerorku. Aku ingin lari dari kata-kata itu. Jauhkan, jauhkan. Aku sudah tidak sanggup lagi berkarya. Ini yang terakhir. Aku sungguh tak sanggup lagi.
A
O
I
E
U
Kata-kata ini masih saja membayangiku. Oh Tuhan, jauhkan aku darinya. Aku benar-benar tersiksa. Atau Kau berikan siksaan ini kepadaku. Tuhan, aku mohon, hilangkan kata-kata ini. Dia selalu mengejarku.
A
O
I
E
U
Aku mati saja. Aku sudah tidak sanggup lagi.
A
O
I
E
U
Titik.
Reinterpretasi
Lain,
Melainkan
Melupakan
Menanggalkan
Memisahkan
Menjadi harapanku
Merusak doktrinku
Mengobrak-abrik ideologiku
Aku menjadi tabu
Hilang ditelan angin
Lalu,
Aku kembali
Dengan reinterpretasi
Yang ambigu
Dan aku kesulitan
Menukarkan
Antara fakta dan opini
Tapi aku sadar
Semua akan tetap setia
Mengenangmu
Menjadi bayangmu
(Surat untuk S. Suharianto)
Melainkan
Melupakan
Menanggalkan
Memisahkan
Menjadi harapanku
Merusak doktrinku
Mengobrak-abrik ideologiku
Aku menjadi tabu
Hilang ditelan angin
Lalu,
Aku kembali
Dengan reinterpretasi
Yang ambigu
Dan aku kesulitan
Menukarkan
Antara fakta dan opini
Tapi aku sadar
Semua akan tetap setia
Mengenangmu
Menjadi bayangmu
(Surat untuk S. Suharianto)
Kamis, 28 April 2011
Kerinduan
Dalam kerinduan
Di suatu senja yang hangat
Tentang sebuah makna
Aku berdiri menemanimu
Menanti sebuah ajakan
Tapi bukan mimpi
Melainkan realitas yang nyata
Aku berdiri sebagai temanmu
Sebagai telinga yang tetap kering
Sebagai mulut yang selalu berkicau
Aku ingin menemanimu lagi
Dengan malam
Dingin dan hanya ocehan kita
Aku ingin menjadi temanmu yang hebat
Tapi bukan layaknya kemarin
Karena aku telah berlalu
Dan hal yang kau doktrinkan untukku
Telah kukubur di belakang kamarku
Sebuah nama untukmu
Menjadi sesuatu yang berharga kini
'Fajar'
Aku tidak pernah lagi mendapatkan
Suara-suara sehebat kita
Sebebas kita
Sebejat kita
(Sebuah sajak untuk sahabatku, 'Fajar' di waktu dulu)
Di suatu senja yang hangat
Tentang sebuah makna
Aku berdiri menemanimu
Menanti sebuah ajakan
Tapi bukan mimpi
Melainkan realitas yang nyata
Aku berdiri sebagai temanmu
Sebagai telinga yang tetap kering
Sebagai mulut yang selalu berkicau
Aku ingin menemanimu lagi
Dengan malam
Dingin dan hanya ocehan kita
Aku ingin menjadi temanmu yang hebat
Tapi bukan layaknya kemarin
Karena aku telah berlalu
Dan hal yang kau doktrinkan untukku
Telah kukubur di belakang kamarku
Sebuah nama untukmu
Menjadi sesuatu yang berharga kini
'Fajar'
Aku tidak pernah lagi mendapatkan
Suara-suara sehebat kita
Sebebas kita
Sebejat kita
(Sebuah sajak untuk sahabatku, 'Fajar' di waktu dulu)
Selasa, 05 April 2011
Puisi untuk Istriku
Malam ini
Kuputuskan
Untuk membuat sebuah puisi cantik untukmu
Puisi yang akan selalu kau ingat sepanjang hidupmu
Untukmu; istriku
Semua kata sudah kukumpulkan
Kupelajari satu persatu
Kutaruh agar menyatu
Menjadi rangkaian yang puitis
Biar engkau kagum pada kemampuanku
Satu menit tidak terasa
Satu jam mulai biasa
Lalu beberapa jam kemudian aku pun sudah terlena
Tapi, malam sudah mulai tenggelam
Dan sinar fajar mulai datang
Aku masih tak mampu nyatakan itu
Aku malu; istriku
Malu setengah mati
Puisiku ternyata tak berisi
Puisiku hanya gombalan semata
Gombalan seperti ribuan puisi yang kubuatkan untukmu
Kemarin-kemarin itu
Aku pun jadi sedih
Mataku mulai berkaca-kaca
Karena untuk kesekian kali
Aku gagal menulis puisi cantik untukmu
Meski sekedar satu puisi pun
Aku lalu diam
Dan kulihat engkau; istriku
Kamu masih saja tidur
Dengan nyenyak
Dan aku
Lalu mendekatimu
Lalu memelukmu sepenuh hati
Mencium keningmu dengan penuh cinta
Tapi kau masih tak sadar akan hal itu
Kau masih tidur dan membaur dengan mimpimu
Dan dengan sangat pelan sekali
Kukatakan bahwa aku akan menjagamu
Selamanya; istriku
Kuputuskan
Untuk membuat sebuah puisi cantik untukmu
Puisi yang akan selalu kau ingat sepanjang hidupmu
Untukmu; istriku
Semua kata sudah kukumpulkan
Kupelajari satu persatu
Kutaruh agar menyatu
Menjadi rangkaian yang puitis
Biar engkau kagum pada kemampuanku
Satu menit tidak terasa
Satu jam mulai biasa
Lalu beberapa jam kemudian aku pun sudah terlena
Tapi, malam sudah mulai tenggelam
Dan sinar fajar mulai datang
Aku masih tak mampu nyatakan itu
Aku malu; istriku
Malu setengah mati
Puisiku ternyata tak berisi
Puisiku hanya gombalan semata
Gombalan seperti ribuan puisi yang kubuatkan untukmu
Kemarin-kemarin itu
Aku pun jadi sedih
Mataku mulai berkaca-kaca
Karena untuk kesekian kali
Aku gagal menulis puisi cantik untukmu
Meski sekedar satu puisi pun
Aku lalu diam
Dan kulihat engkau; istriku
Kamu masih saja tidur
Dengan nyenyak
Dan aku
Lalu mendekatimu
Lalu memelukmu sepenuh hati
Mencium keningmu dengan penuh cinta
Tapi kau masih tak sadar akan hal itu
Kau masih tidur dan membaur dengan mimpimu
Dan dengan sangat pelan sekali
Kukatakan bahwa aku akan menjagamu
Selamanya; istriku
Universal
Terang
Benderang
Menerawang
Senang
Terbang
Melayang
Ang
Pokoknya ang
Sedih
Pedih
Perih
Semua berakhiran ih
Dan aku tidak membencinya
Karena ih bagian dari hidup
Sajak ini sajak sepele
Tanpa makna ambigu
Dan diksi yang asyik
Aku hanya berusaha menjadi biasa
Tanpa melanggar hukum
Tanpa intimidasi terhadap kaum mayoritas
Karena karya adalah universal
Dan universal berarti terikat dalam sesuatu yang tidak bisa mengikat
Benderang
Menerawang
Senang
Terbang
Melayang
Ang
Pokoknya ang
Sedih
Pedih
Perih
Semua berakhiran ih
Dan aku tidak membencinya
Karena ih bagian dari hidup
Sajak ini sajak sepele
Tanpa makna ambigu
Dan diksi yang asyik
Aku hanya berusaha menjadi biasa
Tanpa melanggar hukum
Tanpa intimidasi terhadap kaum mayoritas
Karena karya adalah universal
Dan universal berarti terikat dalam sesuatu yang tidak bisa mengikat
Selasa, 22 Maret 2011
Retorika Bualan
Reinkarnasi itu ada
Di antara yang tidak masuk akal
Dan setiap yang tidak masuk akal
Adalah pembodohan dari retorika
Retorika adalah seks
Karena seks adalah candu
Berhenti
Beretorika
Berhalusinasi
Berasumsi
Bergerak
Biarkan diam
Menjadi diam
Diam yang terbaik
Terbaik dari yang beretorika
Bercuap-cuap
Beromong kosong
Nggambus
Dan menyedihkan
Di antara yang tidak masuk akal
Dan setiap yang tidak masuk akal
Adalah pembodohan dari retorika
Retorika adalah seks
Karena seks adalah candu
Berhenti
Beretorika
Berhalusinasi
Berasumsi
Bergerak
Biarkan diam
Menjadi diam
Diam yang terbaik
Terbaik dari yang beretorika
Bercuap-cuap
Beromong kosong
Nggambus
Dan menyedihkan
Kekacauan yang Ingin Kubinasakan dari Muka Bumi Ini
Sendiri tanpa mengenal
Menjadi abu tanpa terbakar
Malu tanpa menodai
Mati tidak harus dengan racun
Aku ingin membinasakan
Cerita
Agar cerita yang hendak kubinasakan
Menjadi cerita yang terdekonstruksi
Menjadi aliran lahar
Menjadi debu Merapi
Menjadi mayat-mayat malam
Menjadi anti idealisme
Hingga usai
Tamat
Tanpa koma lagi
Tanpa rasa lagi
Menjadi abu tanpa terbakar
Malu tanpa menodai
Mati tidak harus dengan racun
Aku ingin membinasakan
Cerita
Agar cerita yang hendak kubinasakan
Menjadi cerita yang terdekonstruksi
Menjadi aliran lahar
Menjadi debu Merapi
Menjadi mayat-mayat malam
Menjadi anti idealisme
Hingga usai
Tamat
Tanpa koma lagi
Tanpa rasa lagi
Kamis, 06 Januari 2011
Berjalan Lagi
Liuk meliuk tingkah laku
Menggerimis menetes
Menerangi yang basah
Yang sudah basah
Cermat mencermati
Dari detik yang berdetak
Dari suara yang menyuara
Selamat jalan alam
Dari ini kamu aku berjalan
Lagi
Menggerimis menetes
Menerangi yang basah
Yang sudah basah
Cermat mencermati
Dari detik yang berdetak
Dari suara yang menyuara
Selamat jalan alam
Dari ini kamu aku berjalan
Lagi
Langganan:
Postingan (Atom)