Rabu, 16 November 2011

Kupendam

Ada hal yang telah membawaku kemari menemuimu
Ada hal yang ingin kutanyakan kepadamu
Hal yang telah selama ini aku pendam berbulan-bulan
Hal yang telah lama aku simpan di dalam hatiku yang terdalam

Maka, detik ini
Hal itu ingin aku sampaikan padamu
Melalui mulutku yang tak bergerak ini
Dan tetap tak mau bergerak ini

Maka,
Aku terpaksa memendam rasa ini
Rasa cintaku kepadamu
Cinta yang tulus dan suci;
Lebih suci daripada ketika aku lahir
Cinta yang besar;
Lebih besar dari gunung yang ada di seberang sana

Namun,
Aku tak mampu mengungkapkannya
Dan tetap tak mampu
Dan aku kembali diam
Dan cinta yang kupendam ini
Biar kupendam
Hingga tak tahu kapan berakhirnya

Di Pundakku

Aku ingin menyanyikan lagu cinta untukmu, Sayang
Yang indah
Yang manis
Yang mesra
Yang merdu
Yang romantis
Hingga Kau tertidur lelap di pundakku

Pisau

Kadang
Api menjadi air
Dan air menjadi batu
Dan batu menjadi udara
Hilang
Lenyap
Tapi merasuki di setiap aliran darah yang mengaliri tubuhku

Seperti ‘Cinta’
Kadang disayang
Kadang dimanja
Kadang dinanti
Kadang menghanyutkan
Kadang membutakan
Kadang ditangisi
Kadang dibenci
Kadang dikhianati
Kadang dimusuhi
Kadang ‘Cinta’ itu sungguh bisa membunuhku
Seperti pisau tajam yang menancap tepat;
Di tengah-tengah jantungku
Tetapi, rasa ini tetap saja nikmat
Karena Kaulah yang menancapkannya, Sayang

Sisa-Sisa

Sinar mentari menjadi gelap
Tidak terang seperti hari-hari kemarin
Ketika Kau ada di sampingku, Sayang

Bulan hanya berkedip
Tanpa senyum
Tanpa sapa
Dan aku, hanya menunggumu, Sayang
Menunggumu seperti yang lalu-lalu lagi

Inilah Sayang
Inilah pelangi yang ingin kutunjukkan kepadamu, Sayang
Tapi hanya sisa-sisa saja
Karena, yang lainnya telah terenggut planet lain